Death Eater adalah
sebutan bagi pengikut Lord Voldemort, seorang penyihir ilmu hitam yang
paling ditakuti pada zaman kejayaannya. Kelompok ini merupakan kelompok
antagonis utama dalam novel seri Harry Potter karya J.K. Rowling.
Mereka dimunculkan sebagai sebuah kelompok di Harry Potter dan Piala Api,
di mana pada saat itu mereka mengadakan pengacauan di Piala Dunia Quidditch,
meskipun anggota-anggota individual seperti Lucius Malfoy dan Severus
Snape sudah dimunculkan di episode sebelumnya. J.K Rowling mengatakan bahwa
kelompok ini pada awalnya akan dinamai Kesatria Walpurgis, sebelum dinamai
Pelahap Maut.
Cikal bakal Pelahap Maut adalah murid-murid Slytherin yang
bersekolah pada zaman yang sama dengan Tom Riddle muda. Jika
dianalisis, ideologi mereka adalah supremasi rasial (penyihir darah
murni), yang di dunia nyata serupa dengan pemerintahan Nazi Jerman atau
kelompok-kelompok teroris dengan ideologi serupa seperti Ku Klux Klan.
Mereka mulai aktif sekitar awal dekade 1970-an. Modus operandinya antara
lain teror, penyerangan, penculikan disertai penyiksaan, dan pembunuhan lawan-lawan
mereka, terutama anggota Orde Phoenix dan simpatisan-simpatisannya.
Selain penyihir, kaum Muggle juga kerap menjadi sasaran. Pada saat
itu,Kementerian Sihir, otoritas tertinggi komunitas sihir terkesan tidak
berdaya dan tidak mampu memberantas para Pelahap Maut. Hal ini diperparah oleh
banyaknya agen-agen Pelahap Maut di Kementerian dan aparatur Kementerian yang
korup dan tidak kompeten (sebagai contoh, jumlah Auror yang kurang). Sehingga,
komunitas sihir praktis hidup dalam teror dan ketakutan.
Mereka umumnya memakai topeng, berjubah hitam, dan
berkerudung hitam. Pada film Harry Potter and the Goblet of Fire mereka
diperlihatkan memakai penutup kepala dengan ujung atas yang runcing seperti
anggota kelompok teroris rasial Ku Klux Klan, bedanya Pelahap Maut
berwarna hitam. Mereka juga memiliki tanda khusus - Tanda Kegelapan, yang
dibakarkan di lengan mereka. Tanda ini dapat digunakan untuk memanggil
Voldemort, dan sebaliknya. Menjadi seorang Pelahap Maut berarti pelayanan seumur
hidup kepada Lord Voldemort. Jika mencoba keluar atau berkhianat,
konsekuensinya adalah mati (seperti yang terjadi pada Regulus Black dan Igor
Karkaroff.
Ketika Voldemort mengalami kejatuhannya dengan insiden di
Godric's Hollow, kediaman Keluarga Potter, banyak Pelahap Maut yang masih hidup
kemudian mengaku bahwa mereka menjadi pengikut Voldemort karena takut akan
ancamannya dan mengaku "disihir". Tetapi ada pula yang
terang-terangan masih memujanya, seperti Bellatrix Lestrange.
Ketika Voldemort kembali berkuasa pada tahun keempat Harry
di Hogwarts, ternyata masih banyak pengikut setianya yang kembali padanya.
Dan setahun berikutnya, terjadi pelarian besar-besaran dari Azkaban, dan
para pelarian ini kembali bergabung dengan tuannya untuk menebarkan teror.
Ketika terjadi pertempuran di Departemen Misteri, ada beberapa Pelahap Maut
yang berhasil ditangkap, seperti Lucius Malfoy, tetapi masih banyak pula
yang berhasil melarikan diri.
Di Harry Potter dan Pangeran Berdarah Campuran, Pelahap
Maut kembali meneror dunia sihir dengan membunuh banyak orang, terutama
figur-figur penting seperti Amelia Bones dan Emmeline Vance. Mereka jugalah
yang menyerang dan merobohkan sebuah jembatan di awal cerita, menewaskan banyak Muggle.
Pelahap Maut juga merekrut beberapa makhluk lain untuk mendukung kampanye teror
mereka, umumnya makhluk-makhluk yang "terpinggirkan" oleh komunitas
sihir seperti Dementor, manusia serigala (seperti Fenrir Greyback),
dan raksasa. Banyak dari mereka mau menjadi simpatisan Pelahap Maut karena
dijanjikan "kebebasan", "persamaan hak", dan lain
sebagainya, persis seperti modus perekrutan teroris di dunia Muggle (dunia
kita, dunia nyata). Para Pelahap Maut kembali kabur dari Azkaban dan
kemudian menyerbu Hogwarts pada akhir tahun keenam Harry. Mereka
diselundupkan oleh Draco Malfoy melalui Kamar Kebutuhan. Sekali lagi
mereka berhasil lolos setelah Snape membunuh Dumbledore (yang ternyata sudah
direncanakan Dumbledore sebelumnya).
Pada buku ketujuh, para Pelahap Maut semakin aktif
menebarkan teror. Bahkan, mereka kemudian berhasil menguasai Kementerian
Sihir dan Sekolah Hogwarts. Banyak dari mereka yang kemudian ditunjuk
sebagai pejabat-pejabat penting Kementerian, di bawah pimpinan Menteri Sihir
Pius Thicknesse, mantan Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir yang berada di
bawah pengaruh Kutukan Imperius. Di Hogwarts, mereka menempatkan Severus Snape
sebagai Kepala Sekolah (yang kemudian terbukti sebagai agen ganda dan lebih
setia kepada Dumbledore), dan kakak beradik Amycus dan Alecto Carrow
sebagai Guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam (kemudian menjadi Ilmu Hitam) dan
Telaah Muggle, yang dijadikan pelajaran wajib pada rezim teror ini, yang digunakan
untuk menyebarkan propaganda anti-Muggle.
Pertempuran Hogwarts (2 Mei 1998), menandai kejatuhan
dan akhir petualangan Lord Voldemort dan Pelahap Mautnya. Mereka mengalami
kekalahan besar dalam pertempuran tersebut (banyak di antara mereka yang
tewas), sementara Lord Voldemort sendiri tewas dalam duel terakhir melawan
Harry Potter. Setelah itu, banyak dari mereka yang ditangkap dan dipenjarakan
di Azkaban, sementara yang lainnya melarikan diri dan atau bersembunyi
(kemungkinan hingga ke luar negeri). Kemungkinan lain, beberapa dari mereka
telah dieksekusi oleh rakyat sihir atau oknum-oknum petugas
Kementerian yang sudah marah atas sepak terjang mereka ketika mencoba
meloloskan diri, terutama pada hari-hari pertama pasca pertempuran tersebut,
meskipun tindakan ini tentu saja merupakan tindakan main hakim sendiri.
Hanya keluarga Malfoy yang mendapat pengampunan dan amnesti dari Kementerian.
JK Rowling menambahkan, bahwa Tanda Kegelapan yang berada di tangan para
pelahap maut memudar setelah kekalahan Voldemort.