KPP: Calon Hakim Agung Banyak yang Bermasalah
JAKARTA, Kompas.com - Koalisi Pemantau Peradilan (KPP)
menilai banyak calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi hakim
agung.
Komisi Yudisial (KY) sejauh ini menyatakan 86 orang calon
hakim agung telah lolos seleksi administrasi (khusus).
Saat ini, KY masih melakukan proses seleksi untuk mencari delapan
hakim agung yang dibutuhkan Mahkamah Agung (umum).
Juru Bicara KPP, Erwin Natosmal Oemar mengatakan, penilaian
terhadap beberapa calon hakim agung yang dianggap bermasalah tersebut dilihat
dari rekam jejak mereka(khusus).
Keikutsertaan mereka, kata Erwin, merupakan ancaman bagi
lembaga peradilan Mahkamah Agung(umum).
Namun Erwin belum menyebutkan nama beberapa calon hakim
agung yang dinilainya bermasalah itu(khusus).
Selama ini pihaknya masih melakukan pemetaan awal dan masih
terus melakukan investigasi atas dugaan tersebut.
"Kami belum bisa memastikan berapa jumlahnya, tapi ada
beberapa orang yang kami anggap bermasalah," kata Erwin saatmedia briefing terkait
seleksi calon hakim agung di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
Jakarta Pusat, Minggu (27/3/2016)(khusus).
Erwin mengatakan, reformasi birokrasi di Mahkamah Agung
masih mengalami berbagai masalah(umum).
Dia menilai masih terdapat mafia peradilan di dalam tubuh
Mahkamah Agung. Dia berharap peran KY tidak hanya sekadar menyeleksi hakim
agung, tetapi juga mendorong percepatan reformasi peradilan (khusus).
Karena itu, tambahnya, Komisi Yudisial harus bisa menimbang
calon hakim agung yang memiliki kredibilitas(umum).
"Tertangkapnya petinggi MA beberapa waktu lalu,
mengindikasi bahwa masih ada jejaring mafia peradilan di dalam Mahkamah
Agung," katanya.
Sementara peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko
Ginting menilai, banyak calon hakim agung yang dianggap bermasalah karena tidak
memenuhi kriteria kompetensi, kredibilitas, maupun integritas.
Dia mengambil contoh, salah satu calon hakim agung yang
memiliki latar belakang pendidikan hukum perdata, namun mendaftarkan diri pada
hukum pidana(khusus).
"Masih banyak calon yang bermasalah. Mereka diragukan
apakah akan menampilkan performa terbaik dalam menangani perkara," katanya
(umum).
Saat ini Komisi Yudisial kembali membuka seleksi untuk
mencari delapan orang hakim agung dengan formasi empat kamar perdata, satu
kamar pidana, satu kamar agama, satu kamar tata usaha negara, dan satu kamar
militer.
Kepolisian Dinilai Masih Lemah Antisipasi Demonstrasi
Anarkistis
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kepolisian dari
Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menilai langkah polisi dalam
menanggulangi aksi unjuk rasa masih belum efektif (khusus). Bambang
mengungkapkan itu dengan merujuk penanganan aksi unjuk rasa sopir angkutan umum
pada Selasa (22/3/2016) (umum).
Menurut Bambang, polisi seharusnya dapat mencegah terjadinya
aksi anarkistis dalam unjuk rasa menolak keberadaan angkutan berbasis aplikasi
tersebut. Karena faktanya, sejumlah sopir taksi dan pengemudi ojek berbasis
aplikasi menjadi korban pemukulan, kendaraannya juga dirusak.
"Dengan sudah disiapkan pasukan itu maka
langkah-langkah yang sudah dijalani kepolisian saya nilai belum efektif atau
masih lemah. Polisi sudah berpuluh-puluh hingga beratus-ratus kali menghadapi
aksi demonstrasi, masa kejadian seperti ini masih saja terjadi," ujarnya
ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (23/3/2016)(khusus).
Bambang menambahkan pihak kepolisian harus menggalakan lagi
latihan kerja keterampilan pengendalian aksi demonstrasi agar kejadian seperti
ini tidak akan terulang kembali(umum).
"Latihan kerja keterampilan mengendalikan massa itu
harus benar-benar optimal di dalam kepolisian. Sekarang ini sudah sering
terjadi kejadian aksi anarkitis dari pendemo(khusus). Ini artinya polisi belum
profesional dalam pengendalian massa(umum)," ucapnya.
Bambang juga menilai kinerja intelijen dalam mendeteksi
kelompok-kelompok dan area yang rawan terjadinya tindakan anarkistis masih
lemah. Deteksi yang lemah ini memberikan informasi pada pengendalian masa yang
tidak akurat sehingga aksi anarkistis dari para pendemo bisa terjadi(khusus).
"Jadi langkah pengamanan demonstrasi itu informasinya
harus akurat dan harus benar-benar profesional," jelasnya(umum).
Kemarin, Selasa (22/3/2016), ribuan massa yang tergabung
dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) bersama Forum Komunikasi Masyarakat
Penyelenggara Angkutan Umum (FK-MPAU) menggelar aksi unjukrasa terkait
keberadaan perusahaan penyedia jasa transportasi online yang masih bebas
beroperasi.
Selain itu, mereka juga meminta Kemenkominfo untuk
membekukan operasi perusahaan tersebut, yang menggunakan kendaraan berpelat
hitam sebagai angkutan umum, seperti Uber dan Grab.
Aksi tersebut pun direspons kepolisian dengan menyediakan
lebih dari 5.000 personel untuk pengawalan(khusus). Bahkan polisi juga sudah
mempersiapkan skenario terburuk dengan menyiapkan kendaraanwater canon dan
pasukan anti huru-hara jika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam
aksi tersebut(umum).
"Jelas, bahwa skenario terburuk kita selalu ada. Untuk
antisipasi itu kita sudah mapping. Yang jelas penggalangan maksimal. Terus
kita sudah menyiapkan satuan tugas, baik dari anti huru-hara, Sabhara, terus
sesuai eskalasi dari Brimob dan tim penegakan hukum juga ada," ujar Kabid
Humas Polda Metro Jaya, Kombes M. Iqbal, Senin (21/3/2016) malam.
Namun ternyata pada aksinya, para pengemudi angkutan darat
tersebut melakukan aksi anarkistis. Mereka melakukan sweeping terhadap
para angkutan darat yang masih beroperasi pada hari itu(khusus).
Bahkan, dalam sweeping tersebut mereka sampai
melakukan perusakan terhadap kendaraan angkutan umum yang masih beroperasi(umum).
Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Moechgiyarto aksi
anarkistis terjadi karena massa yang melakukan unjuk rasa tidak memegang
komitmen terkait kesepakatan antara PPAD dan polisi yang dilakukan sebelum aksi
berlangsung.
"Bukan kecolongan, jadi mereka tidak bersepakat dengan
baik. Kita sudah bersepakat bahwa di tiga titik dia akan melakukan demo di
situlah konsentrasi kita mengamankan, ternyata pada titik awal saja dia sudah
brutal, tidak sesuai dengan komitmen," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Selasa
(22/3/2016) malam.
Moechgiyarto menambahkan, aksi anarkistis para pendemo
tersebut menurutnya bisa diantisipasi dengan baik oleh jajarannya. Polisi pun
berhasil mengamankan 83 orang yang terlibat aksi sweeping disertai aksi
kekerasan yang mewarnai demonstrasi sopir taksi tersebut. Seorang di antara
mereka pun telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/03/23/10075211/Kepolisian.Dinilai.Masih.Lemah.Antisipasi.Demonstrasi.Anarkistis