Pengertian
Sistem, Sistem Sosial, Sistem Budaya, Sistem Sosial Budaya serta
Sistem Sosial Budaya Indonesia
1) Pengertian
Sistem
Sistem
berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma)
adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang
dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau
energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set
entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali
bisa dibuat.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.
Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
2) Pengertian
Sistem Sosial
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan SISTEM
SOSIAL.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Menurut Garna(1994),“sistem sosial adalah suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-nilai, norma dan tujuan yang bersama”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem sosial itu pada dasarnya ialah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Seperti yang diungkapkan oleh Parsons(1951), “Sistem sosial merupakan proses interaksi di antara pelaku sosial”.
3) Pengertian
Sistem Budaya
Dalam
pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas. Mentalitas
adalah kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun
tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam tingkah
laku itu menciptakan sikap tertentu terhadap hal-hal serta
orang-orang di sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja
dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap
(attitude).
Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya) adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya mengapa konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut.
Konsep sikap bukanlah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
Sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya) adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya mengapa konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit diubah apalagi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut.
Konsep sikap bukanlah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itulah juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
4) Pengertian
Sistem Sosial Budaya
Dari
penjelasan di atas mengenai pengertian sistem, sistem sosial dan
sistem budaya dapat dinyatakan secara sederhana dalam arti luas bahwa
pengertian Sistem Sosial Budaya yaitu suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia yang saling
berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri serta
bersama sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan
hidup manusia dalam bermasyarakat.”
5) Pengertian
Sistem Sosial Budaya Indonesia
Istilah
sosial budaya merupakan bentuk gabungan dari istilah soial dan
budaya. Sosial dalam arti masyarakat, budaya atau kebudayaan dalam
arti sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sosial
budaya dalam arti luas mencakup segala aspek kehidupan. Karena itu,
atas dasar landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem sosial
budaya Indonesia dapat dirumuskan sebagai totalitas tata nilai, tata
sosial dan tata laku manusia Indonesia yang merupakan manifestasi
dari karya, rasa dan cipta didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian, sistem sosial budaya Indonesia memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang berdasarkan pancasila.
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang terdiri atas:
Dengan demikian, sistem sosial budaya Indonesia memungkinkan setiap manusia mengembangkan dirinya dan mencapai kesejahteraan lahir batinnya selengkap mungkin secara merdeka sesuai dengan kata hatinya dalam kerangka pola berpikir dan bertindak yang berdasarkan pancasila.
Struktur sistem sosial budaya Indonesia dapat merujuk pada nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila yang terdiri atas:
a) Tata
nilai
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
Struktur tata nilai kehidupan pribadi atau keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara meliputi berikut ini.
Ø Nilai
Agama
Ø Nilai
moral
Ø Nilai
vital
Ø Nilai
material ( raga)
b) Tata
Sosial Tata sosial indonesia harus berdasarkan :
Ø UUD
1945
Ø Peraturan
perundang-undangan lainnya
Ø Budi
pekerti yang luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur
c) Tata
laku ( Karya )
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan Negara harus berpedoman pada ;
Tata laku pribadi atau keluarga, masyarakat bangsa dan Negara harus berpedoman pada ;
Ø Norma
Agama
Ø Norma
Kesusilaan/kesopanan
Ø Norma
Adat istiadat
Ø Norma
Hukum setempat
Ø Norma
Hukum Nega
Pendekatan
Teoritis Yang Harus Dikuasai Untuk Lebih Memahami Sistem Sosial
Budaya Indonesia
Untuk
lebih memahami sistem sosial dan budaya Indonesia diperlukan
penguasaan teori karena fungsi teori adalah memberi makna terhadap
realitas sosial. Pendekatan teoritis yang harus dikuasai adalah
Pendekatan Struktur Fungsional dan Pendekatan Konflik.
1. Pendekatan
Struktur Fungsional
Sudut
pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya
terintegrasi di atas dasar kata sepakat para anggotanya akan
nilai-nilai kemasyarakatan tertentu (General agreements). Kesepakatan
tersebut memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan
kepentingan diantara para anggota masyarakat dan memandang masyarakat
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam
suatu bentuk equilibrium (seimbang).
Aliran
pemikiran tersebut dianggap sebagai:
· Integration
approach
· order
approach
· equilibrium
approach
· structural-functional
approach (teori-teori fungsional struktural)
Berikut
sejumlah anggapan dasar pendekatan fungsionalisme struktural yang
telah dikembangkan oleh Talcott Parsons :
- Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain
- Hubungan pengaruh-mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik
- Sistem sosial cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis, meskipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna
- Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi, akan tetapi dalam jangka yang panjang. akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, tetapi setiap sistem sosial akan berproses ke arah itu
- Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial umumnya terjadi secara gradual. sesuai keadaan Indonesia
- Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui 3 macam kemungkinan:
- Perubahan yang datang dari luar,
- Pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional
- Penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat
Sistem
sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem daripada
tindakan-tindakan. Norma-norma sosial itulah yang sesungguhnya
membentuk struktur sosial. Dua macam mekanisme sosial yang paling
penting adalah mekanisme sosialisasi dan pengawasan sosial.
David
Lockwood,
menegaskan kepada kita kenyataan bahwa, setiap situasi sosial yang
senantiasa mengandung didalam dirinya ada dua hal, yaitu tata tertib
sosial yang bersifat normatif, dan substratum (disposisi-disposisi
bagi yang mengakibatkan timbulnya perbedaan dan kepentingan yang
tidak bersifat normatif) yang melahirkan konflik-konflikpendekatan
fungsionalisme struktural menganggap bahwa disfungsi
ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan sosial
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan dalam
bentuk tumbuhnya diferensiasi sosial yang semakin kompleks, akibat
pengaruh faktor-faktor yang datang dari luar.
Anggapan
semacam itu mengabaikan kenyataan-kenyataan berikut:
1) Struktur
sosial mengandung konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang
bersifat internal
2) Reaksi
dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang
dari luar tidak selalu bersifat adjustive
3) Sistem
sosial dapat mengalami konflik-konflik sosial yang bersifat vicious
circle
4) Perubahan
sosial tidak selalu terjadi secara gradual
Pendekatan
fungsionalisme struktural dipandang oleh banyak ahli sosiologi
sebagai pendekatan yang bersifat reaksioner, oleh karenanya, dianggap
kurang mampu menganalisa masalah-masalah perubahan kemasyarakatan.
2. Pendekatan
konflik
Pendekatan
konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat
adanyakonflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan
kondisi semula.
Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan-anggapan dasar berikut:
Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan-anggapan dasar berikut:
- Setiap masyarakat senantiasa berada didalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir. perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat
- Konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat
- Setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan terhadap terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial
- Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain
Pembagian
kewenangan (otoritas) secara tidak merata mengakibatkan dua macam
kategori sosial, yaitu mereka yang memiliki otoritas dan mereka yang
tidak memiliki otoritas. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat
konflik antara kepentingan dari mereka yang memiliki kekuasaan
otoriatif. Pengertian lebih bersifat gejala teoritis daripada sebagai
kenyataan bersifat empiris. Karena kepentingan-kepentingan yang tidak
selalu disadari adanya, maka disebut kepentingan-kepentingan yang
bersifat laten, sementara mereka yang mempunyai disebut kelompok
semu.
Kelompok semu tidak memiliki struktur hubungan sosial, tetapi anggotanya memiliki kepentingan dan mode tingkah leku yang sama, yang dapat berkembang menjadi kelompok. dengan demikian, kelompok semu merupakan sumber dari mana para anggota kelompok kepentingan berasal. Kelompok kepentingan berkenaan dengan perkumpulan-perkumpulan yang bersifat politis.
Dahrendorf menyebutkan tiga macam prasyarat yang bersifat kondisional, yang memungkinkan kelompok semu dapat terorganisir ke dalam bentuk kelompok kepentingan.
Kelompok semu tidak memiliki struktur hubungan sosial, tetapi anggotanya memiliki kepentingan dan mode tingkah leku yang sama, yang dapat berkembang menjadi kelompok. dengan demikian, kelompok semu merupakan sumber dari mana para anggota kelompok kepentingan berasal. Kelompok kepentingan berkenaan dengan perkumpulan-perkumpulan yang bersifat politis.
Dahrendorf menyebutkan tiga macam prasyarat yang bersifat kondisional, yang memungkinkan kelompok semu dapat terorganisir ke dalam bentuk kelompok kepentingan.
1) Kondisi-kondisi
teknis dari suatu organisasi. munculnya sejumlah orang-orang tertentu
yang mampu merumuskan dan mengorganisir latent interest dari suatu
kelompok semu menjadi manifest interest berupa kebutuhan yang secara
sadar ingin dicapai orang
2) Kondisi-kondisi
politis dari suatu organisasi. ialah ada tidaknya kebebasan politik
untuk berorganisasi yang diberikan oleh masyarakat
3) Kondisi-kondisi
sosial bagi suatu organisasi. yakni adanya sistem komunikasi yang
memungkinkan para anggota dari kelompok semu berkomunikasi satu sama
lain dengan mudah.
Sebagaimana
kita ketahui, konflik timbul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa
setiap masyarakat selalu terdapat distribusi otoritas yang terbatas.
konsekuensinya, bertambahnya otoritas pada satu pihak, serta merta
berkurangnya otoritas pada pihak lain. Konflik merupakan gejala
kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat dalam kehidupan setiap
masyarakat dan tidak mungkin dihilangkan.
Bentuk
pengendalian konflik:
1) Konsiliasi
(Conciliation)
Suatu
usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak terwujud
melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola
diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang
berkonflik.
Lembaga-lembaga
bersifat efektif jika:
- Lembaga-lembaga tersebut bersifat otonom tanpa campur tangan dari badan lain yang ada di luarnya
- Kedudukan lembaga-lembaga tersebut di dalam masyarakat bersifat monopolistis
- Peranan lembaga-lembaga harus sedemikian rupa, sehingga berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan merasa terikat kepada lembaga, sementara keputusan-keputusannya mengikat kelompok-kelompok tersebut
- Lembaga harus bersifat demokratis
Kesemuanya
hanya mungkin diselenggarakan apabila kelompok yang saling
bertentangan memenuhi 3 prasyarat berikut:
- Masing-masing kelompok harus menyadari situasi konflik diantara mereka, maka dari itu perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak
- Pengendalian konflik-konflik dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling bertentangan terorganisir dengan jelas
- Setiap kelompok harus mematuhi aturan permainan
2) Mediasi
(Mediation)
Dimana
kedua belah pihak yang bersengketa sepakat menunjuk pihak ketiga
untuk memberikan nasihat-nasihat penyelesaian konflik. Tujuannya
untuk mengurangi irasionalitas yang biasanya timbul dalam konflik,
memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan menarik diri tanpa harus
malu, dan mengurangi pemborosan yang dikeluarkan untuk membiayai
pertentangan.
3) Arbitrasi
(Arbitration)
Dimana
kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau
terpaksa menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan
keputusan-kepurusan tertentu untuk menyelesaikan konflik mereka.
Jika
pengendalian konflik efektif, maka konflik akan menjadi kekuatan
pendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang terus berlanjut.